Fenomena shalat ied dua kali dalam satu negara, karena perbedaan pendapat dalam menentukan tanggal 1 Syawwal, akhir-akhir ini muncul di beberapa negara Islam. Tidak hanya di Indonesia, di Pakistan juga demikian. Mudah-mudahan ini tidak sampai menimbulkan perpecahan antar umat Islam. Mudah-mudahan perbedaan seperti itu bisa dijadikan penggugah kesadaran umat Islam bahwa mereka memang terkadang berbeda dalam masalah furu'iyah, atau amalan ibadah , namun hati mereka tetap satu, tidak pernah berbeda.
Secara hukum fiqh, hari raya yang benar adalah yang diumumkan oleh pemerintah, sesuai hadist A'isyah bahwa Rasulullah bersabda "Hari raya Idul Fitri kalian adalah dimana mereka semua ber-Idul Fitri, hari Idul Adha kalian adalah dimana mereka semua ber-Idul Adha dan hari Arafat kalian adalah dimana mereka semua melaksanakan wukuf" (H.R. Tirmidzi).
Para Fuqaha juga sepakat mengatakan bahwa apabila ada satu atau dua orang melihat hilal, sehingga belum kuat untuk dijadikan landasan bagi pemerintah untuk menentukan hari ied, ia wajib berbuka puasa sendiri dan mengikuti shalat Ied besoknya bersama masyarakat. Namun kalau kita mengatakan bahwa saudara-saudara kita yang melaksanakan shalat ied sebelum pemerintah tidak sah shalatnya, tentu ini juga kurang bijaksana tidak membawa maslahah apapun, selain akan memicu perpecahan juga akan membuka prasangka buruk antar sesama muslim, toh mereka yang melaksanakan shalat Ied lebih dulu mempunyai alasan dan dalil sendiri.
Para ulama, imam-imam masjid dan da’i publik selayaknya memberikan penjelasan kepada masyarakat awam tentang fenomena perbedaan metodologi dalam penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri, termasuk wawasan tentang rukyah dan hisab serta landasan metodologisnya. Ini akan membantu memperluas wawasan masyarakat terhadap masalah perbedaan dan khilafiyah yang wajar terjadi dalam pemahaman agama, sehingga tidak mengarah kepada ketegangan antar umat Islam.
Bagi yang melaksanakan Iedul Fitri lebih dulu, sebaiknya tidak perlu menyalahkan yang belum iedul fitri dan tidak melakukan tindakan provokatif yang tidak sehat, seperti sengaja makan dan minum di depan yang masih puasa demi tujuan provokatif.
Masyarakat hendaknya diberi kebebasan dalam memilih masjid untuk sholat Ied. Apabila seseorang ikut Idul Fitri hari ini, padahal masjid di dekat rumahnya melaksanakan sholat Idul Fitri besok, maka ia cukup buka puasa diam-diam di rumah dan besoknya bisa ikut berjamaah Idul Fitri bersama masyarakat sekitarnya. Ini seperti orang yang melihat hilal sendirian tanpa dua orang saksi sehingga pendapatnya tidak dijadikan pijakan oleh pemerintah.
Mengenai masalah hukum keharaman puasa pada hari Idul Fitri, selayaknya dikembalikan kepada keyakinan masing-masing dalam menentukan hari Idul Fitri. Allah maha adil dalam menghukumi amalan hambaNya. Tidak perlu membahas siapa yang dosa dan siapa yang menanggung dosa. Semua kita kembalikan kepada Allah Yang Maha Bijaksana.
Fenomena perbedaan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri selayaknya kita angkat sebagai wahana mengembangkan toleransi di antara umat Islam maupun antar umat beragama. Fenomena ini jangan dijadikan pemicu perpecahan umat Islam, namun layaknya dijadikan tauladan bagi kehidupan beragama yang ragam namun tetap menjunjung kebersamaan dan persatuan.
Bagaimana kalau ikut sholat ied dua kali? Apakah boleh seseorang melaksanakan satu shalat yang sama dua kali, padahal seharusnya dilaksanakan sekali?
Kalau itu shalat witir, jelas ada nash hadist yang mengatakan "Tidak ada dua witir dalam satu malam" (Tirmidzi diperkuat oleh Bukhari). Ini juga karena witir yang artinya ganjil kalau dilaksanakan dua kali menjadi genap. Ada juga hadist yang berbunyi "Jangan kalian sholat yang sama dua kali dalam sehari" (h.r. Abu Dawud). Tapi hadist ini secara eksplisit mengatakan dilarang kalau dilakukan dalam satu hari.
Masalah mengulangi sholat jamaah, ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama mengatakan makruh dengan dalil pernah Rasulullah s.a.w. ingin sholat di satu masjid di pinggiran kota Madina, tetap beliau menemukan mereka telah sholat, lalu beliau pulang lalu mengumpulkan keluarganya untuk sholat jamaah" (h.r. Thabrani-dlaif).
Pendapat mayoritas ulama mengatakan boleh saja mengulang jamaah. Pendapat ini menggunakan dalil hadist Abu Said al-Khudri: Suatu hari datang seseorang ke masjid, padahal Rasulullah s.a.w. telah selesai jamaah, lalu beliau berkata: "Siapa yang ingin mendapatkan pahala dengan menemani orang ini sholat?" lalu berdirilah salah seorang sahabat dan sholat bersama orang tadi. (h.r. Tirmidzi, Abu Dawud dll. – sahih). Ini menunjukkan diperbolehkannya mengulang sholat yang sama dua kali.
Melihat dari dalil-dalil di atas, sepertinya pendapat yang lebih kuat adalah memperbolehkan sesorang untuk melaksanakan sholat Ied dua kali. Semoga bermanfaat.
Muhammad Niam
Dewan Asatidz
0 komentar:
Posting Komentar